Berikut adalah artikel tentang Ledakan Tambang Batubara Sawahlunto Tewaskan 10 Pekerja Kasus Berulang Bagaimana Proses Penyelidikan yang telah tayang di sildenafiltg.com terimakasih telah menyimak.

  • Ledakan di lubang tambang batubara PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa Salak, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, terulang lagi pada 9 Desember lalu.  Sebanyak 14 pekerja dilaporkan tertimbun, 10 ditemukan tewas, tiga luka-luka dan satu orang kritis. Ledakan tambang ini diduga karena kandungan gas metana tinggi.
  • Hendri M Sidik,  Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Sumbar Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui keterangan pers mengatakan, tim  mereka mulai menginvestigasi kejadian itu.  Hingga kini, belum bisa menyimpulkan penyebab ledakan karena investigasi belum selesai.
  • Ledakan atau kecelakaan tambang batubara di Sawahlunto bukan sekali ini terjadi. Sejak 2009, setidaknya ada lima kejadian menewaskan sedikitnya 51 orang. Khusus PT NAL, merupakan kejadian kedua. Pada 26 Juli 2016, juga terjadi ledakan di lubang tambang yang dipicu gas metana yang menewaskan tiga pekerja dan dua orang luka-luka.
  • Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, mengatakan, analisis Walhi menunjukkan, korban kecelakaan tambang itu berbanding lurus dengan buruknya tata kelola tambang, tanpa memperhatikan keselamatan manusia dan lingkungan hidup.

Tragedi ledakan di lubang tambang batubara  terulang lagi. Pada Jumat (9/12/22) itu ledakan terjadi di lubang tambang batubara PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa Salak, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat.  Sebanyak 14 pekerja dilaporkan tertimbun, 10 ditemukan tewas, tiga luka-luka dan satu orang kritis. Ledakan tambang ini diduga karena kandungan gas metana tinggi.

Octavianto, Kepala Seksi Operasional Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kelas A Padang, mengatakan,  ledakan terjadi pukul 08.30 berlokasi di persimpangan lubang tambang di kedalaman sekitar 280 meter dari permukaan.

Petaka terjadi sekitar 10-15 menit setelah 14 petambang mulai bekerja. “Seluruh korban, 14 orang berhasil dievakuasi. Sepuluh orang meninggal dan empat selamat,” katanya.

Data Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Padang, identitas korban meninggal, yaitu Budiaman (40), Kaspion (50), Nori Indra (35), Asmidi (43), Guntur (37), Samidi, Robi Zaldi, Eri Mario, M Aljina (52), dan Budiman (43). Adapun korban selamat,  Aris Munandar (19), Baasyir (50), Prono (50), dan Turisman (43).

Saat proses evakuasi, kata Octavianto, tim SAR gabungan menemukan kandungan gas metana (CH) di seluruh lorong meskipun kadar tidak sebanyak saat terjadi ledakan. Di dalam lubang, ada pula gas berbahaya lain seperti hidrogen sulfida (HS).

Hendri M Sidik,  Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Sumbar Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui keterangan pers mengatakan, tim  mereka mulai menginvestigasi kejadian itu.  Hingga kini, belum bisa menyimpulkan penyebab ledakan karena investigasi belum selesai.

“Empat orang Tim Inspektur Tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang dipimpin Koordinator Inspektur Tambang Sumatera Barat telah melakukan pemeriksaan awal, koordinasi evakuasi korban, dan investigasi kejadian ledakan itu,” katanya.

Hendri  bilang, kalau ada unsur kelalaian perusahaan akan diberi sanksi. “Kami adakan evaluasi, baik terhadap kepala teknik tambang, pejabat pengawas, dan lain-lain.”

Saat ini, KESDM menghentikan semua kegiatan operasional tambang itu.

“Seluruh operasional di site PT Nusa Alam Lestari sudah dihentikan sementara, sampai hasil investigasi kecelakaan tambang ditindaklanjuti, dan, atau kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan aman.”Kegiatan tambang ini mengantongi izin usaha pertambangan batubara yang keluar 6 Juli 2020.

Dian Firdaus, Kepala Teknik Tambang PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Padang mengklaim, sebelum kejadian sudah menjalankan standar prosedur operasi. Pengawas operasional sekitar pukul 07.30 mengecek keamanan lubang, mulai dari kandungan gas berbahaya, sistem penyangga, hingga sistem ventilasi. Dia klaim, semua dalam kondisi aman.

Hasil pengecekan kondisi udara di lubang pada Jumat pagi itu antara lain kadar oksigen (O2) 20,09% atau normal (minimal 19,5%), kandungan karbon dioksida (CO2) 0%, metana (CH4) 0%, dan hidrogen sulfida (H2S) 0%. Detektor gas juga dipastikan berfungsi dan dikalibrasi sekali enam bulan. Begitu pula sistem penyangga dan sistem transportasi juga aman.

Setelah dipastikan aman, kata Dian, pengawas mempersilakan pekerja masuk ke lubang. Ada 14 pekerja masuk dengan dua lori, yaitu lori pertama delapan orang dan kedua enam orang. Berselang 10-15 menit kemudian terjadi ledakan di dalam tambang. Empat pekerja bisa keluar menyelamatkan diri dengan lori pertama, sisanya,  tertinggal.

“Kami bingung kenapa bisa terjadi (ledakan). Karena hasil pengukuran sebelumnya aman. Sehari sebelumnya, 8 Desember, kondisi juga aman. Kami sedang investigasi mencari apa penyebabnya,” kata Dian.

Di lokasi tambang batubara NAL, ada 21 bukaan pintu lubang tambang. Sejak kejadian itu, semua operasional tambang setop sampai hasil investigasi selesai. Adapun perusahaan ini mempekerjakan 342 karyawan.

Dwi Sulistyawan,Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar, mengatakan, sejauh ini, polisi sudah memeriksa delapan saksi dalam insiden di perusahaan ini, termasuk pekerja yang selamat.

Sejauh ini, katanya,  belum ada indikasi kelalaian. Namun, kepala teknik tambang menjelaskan, ledakan di dalam lubang kemungkinan terjadi karena ada pertemuan percikan api dan gas metana. Di lokasi tambang itu, memang banyak gas metana.

“Kami sedang mengecek, sumber apinya dari mana. Apakah memang ada tindakan di luar SOP atau ada kelalaian dari petugas tambang termasuk pegawainya,” kata Dwi seperti dikutip dari Kompas.id.

Perkiraan sementara, kata Dwi, percikan api berasal dari alat tambang. Adapun gas metana muncul belakangan, diperkirakan terjadi saat aktivitas pengambilan batubara sedang berlangsung. “Kami akan jerat dengan sanksi pidana jika ditemukan unsur kelalaian,” ujar Dwi.

Lubang tambang Batubara yang meledak milik PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa Salak, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Berulang

Ledakan atau kecelakaan tambang batubara di Sawahlunto bukan sekali ini terjadi. Sejak 2009, setidaknya ada lima kejadian menewaskan sedikitnya 51 orang. Data dari Kompas, Khusus NAL, merupakan kejadian kedua. Pada 26 Juli 2016, juga terjadi ledakan di lubang tambang yang dipicu gas metana yang menewaskan tiga pekerja dan dua orang luka-luka.

Selain NAL, ledakan atau kecelakaan tambang pernah terjadi di perusahaan lain. Pada 16 Juni 2009, lubang tambang batubara milik CV Perdana di perbatasan Kecamatan Talawi, Sawahlunto, dan Kecamatan Koto Tujuah, Sijunjung, meledak dipicu gas metana. Sebanyak 31 pekerja tewas.

Kemudian, 24 Januari 2014, lubang tambang milik PT Dasrat Sarana Arang Sejati di Desa Batu Tanjung, Kecamatan Talawi, runtuh dipicu ledakan gas metana di kedalaman 100 meter. Empat pekerja tewas dan satu pekerja hilang.

Pada 12 September 2020, lubang tambang batubara milik CV Tahiti Coal di Desa Sikalang, Kecamatan Talawi, runtuh pada kedalaman 150 meter dari permukaan. Tiga pekerja tewas dan satu pekerja luka berat.

Walhi Sumbar mencatat selama 2009-2022, ada sekitar 50 orang meninggal dan belasan orang luka-luka karena kecelakaan dan ledakan di tambang batubara di Sawahlunto.

Deri Asta, Wali Kota Sawahlunto, mengatakan, kecelakaan tambang di NAL menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk bekerja ekstra hati-hati. Perusahaan tambang mesti meningkatkan lagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan karyawan mematuhi SOP. Apalagi, batubara di Sawahlunto memiliki kalori tinggi hingga biasa ada gas metana.

Deri menyebut, Pemerintah Sawahlunto tidak lagi punya wewenang untuk mengawasi tambang. Semua kewenangan ditarik ke pemerintah pusat. Untuk menjalankan pengawasan, pemerintah pusat menempatkan inspektur tambang di tingkat provinsi.

Deri meyakini, kemampuan inspektur tambang melakukan pengawasan terbatas karena mesti mengawasi 19 kabupaten/kota di Sumbar. Karena itu, dia berharap, pemerintah pusat menambah pengawas.

Salah seorang dari Tim Pertolongan (SAR) Kelas A Padang. Ia baru saja melakukan evakuasi korban yang masih terjebak di lubang tambang di kedalaman sekitar 280 meter dari permukaan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Khusus di daerah-daerah lokasi tambang, seperti Sawahlunto, mestinya ada kantor perwakilan atau unit pelaksana teknis sebagai tempat koordinasi perusahaan dengan inspektur tambang.

“Sekarang memang kesulitan koordinasi. Memang (koordinasi) hanya melalui telepon dan segala macamnya. Tapi tidak kami salahkan, memang petugas/inspektur itu sangat terbatas, sedangkan kawasan yang dikelolanya sangat luas,” katanya Kompas.id..

Tambang batubara seolah tak dapat terpisah dari kehidupan masyarakat Sawahlunto. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, kontribusi sektor pertambangan terhadap produk domestik regional bruto Sawahlunto mencapai 4,82%.

Deri bilang, tambang batubara penting sebagai penopang perekonomian masyarakat. Pemkot Sawahlunto mencatat, ada sekitar 3.000 warga Sawahlunto bekerja di perusahaan tambang. Selain itu, tambang batubara di kota ini juga menyuplai PLTU Ombilin.

Dengan kondisi itu, kata Deri, tambang batubara di Sawahlunto masih perlu.  Meskipun begitu, agar tak lagi timbul korban, perlu evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola tambang.

Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, mengatakan, analisis Walhi menunjukkan, korban kecelakaan tambang itu berbanding lurus dengan buruknya tata kelola tambang, tanpa memperhatikan keselamatan manusia dan lingkungan hidup.

“Sejumlah pelanggaran perusahaan tambang sering kali tidak mendapat penanganan serius pemerintah, bahkan cenderung diabaikan,” ujar Tommy.

Buntutnya, eksploitasi energi tak terbarukan ini terus menuai beragam persoalan dan menabur bencana bagi pekerja, masyarakat sekitar, dan lingkungan hidup.

Belum lagi ditambah UU Undang Nomor 3/2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memberi ruang beragam persoalan tambang langgeng.

“Undang-undang baru ini sangat sentralistik, [juga] jjadi celah baru baru ’lepasnya’ tanggung jawab pemerintah daerah dalam memastikan operasional tambang yang sesuai aturan.”

Tim Pertolongan (SAR) Kelas A Padang. Ia baru saja melakukan evakuasi korban yang masih terjebak di lubang tambang di kedalaman sekitar 280 meter dari permukaan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Rudiansyah, warga Sawahlunto prihatin karena masyarakat selalu jadi korban. “Pemerintah dan perusahaan semestinya lebih memperhatikan keselamatan warga, mendengar dan menindaklanjuti laporan-laporan warga, tidak menakut-nakuti warga. Kami hanya ingin tambang batubara tidak lagi memakan korban, baik bagi karyawan, ataupun masyarakat sekitar,” katanya.

Dia sarankan, pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan atau ekonomi alternatif yang lebih aman dan tak merusak lingkungan.

Harapannya, tragedy serupa tak terulang lagi dan jadi titik tolak perbaikan tata kelola tambang.

Diki Rafiqi,  Kepala Bidang Sumber Daya Alam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga, NAL berupaya ‘cuci tangan’ dengan menyatakan pekerjaan sudah sesuai SOP di tengah proses investigasi sedang berlangsung.

“Perusahaan terlihat membentuk opini publik bahwa tidak bersalah,  telah menjalankan SOP. Jika sudah menjalankan SOP, pertanyaannya, kenapa masih terjadi ledakan?”

Ledakan di lubang tambang NAL sudah dua kali. Karena itu, LBH Padang menduga kuat tak ada penegakan hukum efektif hingga kejadian serupa terulang. Dia mendesak, Menteri ESDM tegas dalam penjatuhan sanksi, begitu pun Polda Sumbar segera memintai pertanggungjawaban hukum.

“Jangan sampai kasus menguap begitu saja padahal sudah banyak nyawa melayang yang tak akan bisa dikonversi uang sebanyak apapun.”

Tim Pertolongan (SAR) Kelas A Padang berhasil mengevakuasi korban yang masih terjebak di lubang tambang di kedalaman sekitar 280 meter dari permukaan. Ia salah satu korban yang berhasil diselamatkan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Sejarah tambang Sawahlunto

Kota Sawahlunto, Sumatera Barat sebagai lokasi tambang batubara pertama di Indonesia. Tepatnya di Ombilin, potensi batubara hasil eksplorasi masa kolonial Belanda abad ke-19.

Melansir laman Indonesia.go.id, tambang batubara Ombilin pertama kali ditemukan Willem Hendrik De Greve,  ahli geologi berkebangsaan Belanda pada 1867. Penemuan ini dituangkan dalam sebuah laporan ke Batavia berjudul “Het Ombilin-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het transportstelsel op Sumatra Westkust” yang disusun pada 1871. Sejak itu, tambang batubara Ombilin Sawahlunto mulai dieksplorasi seiring pembangunan infrastruktur sekitar 1883-1894.

Sepeninggalan de Greeve,  eksplorasi tambang batubara di Sumatera Barat dilanjutkan Jacobus Leonardus Cluysenaer dan Daniel David Veth pada 1874.

Laporan Veth berjudul “The Expedition to Central Sumatra” kemudian mendasari pembangunan jalur kereta api dari lokasi eksploitasi tambang menuju Pelabuhan Emmahaven, yang kini dikenal sebagai Teluk Bayur.

Pada 6 Juli 2019, peninggalan tambang batubara Ombilin di Sawahlunto, termasuk peninggalan jalur kereta pengangkut batubara dan gudang batubara di Pelabuhan Teluk Bayur, ditetapkan sebagai warisan dunia UNESCO. Keputusan itu ditetapkan pada sidang Komite Warisan Dunia ke-43 di Baku, Azerbaijan.

*********

Peroleh update kabar alternatif dan breaking news tiap hari dari kami. Mari bergabung di Grup sildenafiltg.com News Update, caranya klik tautan sildenafiltg.com, kemudian join. Anda wajib install aplikasi sildenafiltg.com khususnya dahulu di hand phone. Bila ada yang mau di sampaikan baik keluhan atau kritikan silahkan hubungin email korensponden kami [email protected], Terimakasih.