Berikut adalah artikel tentang Wacana Penundaan Pemilu Usik Publik yang telah tayang di sildenafiltg.com terimakasih telah menyimak.

KPU juga diminta melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih dua tahun, empat bulan, dan tujuh hari. Hal itu bisa dimaknai seluruh rangkaian tahapan pemilu yang telah dilaksanakan sampai hari ini dianggap batal. Terhadap putusan ini, KPU sudah mengajukan banding dan menyatakan tahapan pemilu tetap berjalan.

Sejumlah pihak menilai terdapat kekeliruan dalam putusan PN Jakarta Pusat tersebut. Salah satunya terkait amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan sengketa proses pemilu ditangani pengadilan tata usaha negara. Pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan menanganinya.

Jajak pendapat Litbang Kompas menangkap bagaimana pandangan masyarakat terhadap wacana penundaan pemilu yang berkembang sejauh ini. Hasil jajak pendapat awal Maret 2023 menyatakan mayoritas responden (82 persen) memiliki pandangan yang sama, yaitu penyelenggaraan pemilu tidak perlu ditunda.

Penilaian publik ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Litbang Kompas juga pernah menanyakan isu yang sama pada Maret 2022. Saat itu, sebagian besar responden (62,3 persen) setuju pemilihan umum tetap dilangsungkan pada 14 Februari 2024. Saat itu wacana penundaan pemilu santer muncul di publik, terutama dimunculkan sejumlah politisi (Kompas, 14/3/2022).

Lebih lanjut jajak pendapat terbaru pada Maret 2023 mengonfirmasi wacana penundaan pemilu masih jadi kekhawatiran publik karena dianggap sebagai sumber masalah. Ada seperlima bagian responden yang memandang wacana penundaan pemilu yang berulang kali mencuat menjadi persoalan serius yang urgen diselesaikan tegas.

Di samping itu, 17,6 persen responden lain memandang pemunculan isu yang berkutat pada penundaan pemilu merupakan hal yang sengaja digulirkan untuk mendatangkan sensasi. Polemik penundaan yang terkesan terus dibiarkan pada satu sisi dapat membentuk ketidakpercayaan publik.

Hal itu sejalan dengan ungkapan dari seperenam bagian responden yang menganggap penyelenggara dan pemerintah tidak serius mempersiapkan pemilihan umum. Wacana penundaan yang tak jelas ujung penyelesaiannya ini juga dinilai 13,8 persen responden bisa menjadi bagian dari upaya untuk menguntungkan pihak tertentu.

Kekhawatiran

Wacana penundaan pemilu yang menggoyahkan keyakinan publik atas penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan tentu menjadi hal yang mengkhawatirkan. Padahal, jadwal pemungutan suara yang telah ditetapkan pada 14 Februari 2024, serta jadwal tahapan yang kini berjalan, sebetulnya sudah menjadi dasar kuat untuk tidak lagi memperdebatkan penundaan.

Hal yang terpenting saat ini justru persiapan penyelenggaraan perlu terus didorong dengan membangun optimisme dan keyakinan publik untuk menyukseskan agenda demokrasi tersebut. Bukan justru mematahkannya dengan wacana-wacana yang membingungkan dan memantik perdebatan berlarut.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga komisioner Komisi Pemilihan Umum August Melasz, Idham Kholik, dan Mochammad Afifuddin (dari kiri ke kanan) saat menggelar konferensi pers di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, terkait putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Jumat (24/3/2023). Dalam konferensi pers ini KPU menyatakan akan menindaklanjuti putusan Bawaslu akan gugatan Prima, yaitu melakukan pengulangan veritikasi administrasi terhadap Prima. Untuk Partai Rakyat Adil Makmur, KPU akan membuka kembali Sipol pendaftaran parpol peserta pemilu untuk verifikasi administrasi tersebut.

Isu penundaan secara nyata memang hanya menghadirkan kegundahan bagi masyarakat dan pemangku kepentingan, terutama penyelenggara, yakni KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Wacana penundaan yang berkembang berpotensi menjadi sentimen negatif yang juga dapat memengaruhi persiapan yang saat ini sedang dilakukan KPU.

Kondisi itu secara jelas ditangkap oleh publik yang memberikan atensinya pada proses penyelenggaraan yang terganggu akibat isu penundaan. Setidaknya mayoritas responden menyatakan khawatir atas wacana penundaan pemilu yang bergulir.

Baca juga: Utamakan Integritas dan Kompetensi Saat Seleksi Anggota KPU Provinsi

Sejumlah kekhawatiran yang diungkapkan, antara lain, adalah wacana penundaan pemilu berpotensi memperbesar terjadinya kecurangan (16,6 persen), sedangkan seperenam responden lain menilai hal ini sebagai bentuk pelanggaran konstitusi.

Sementara itu, sebagian responden lain khawatir polemik penundaan pemilu juga dapat memantik konflik di tengah masyarakat. Ada juga kekhawatiran hal ini bisa merusak demokrasi.

Ketegasan

Diperlukan sinergi semua elemen terkait untuk membangun ketegasan dalam menyikapi wacana penundaan pemilu agar tidak bergulir liar. Sikap tegas perlu ditunjukkan oleh semua pemangku kepentingan.

Hal itu disebabkan sebagian besar responden jajak pendapat (66,3 persen) menilai pemerintah, termasuk para penyelenggara pemilu, kurang serius menyikapi wacana penundaan pemilu yang berulang kali mencuat.

KOMPAS/IQBAL BASYARI

Suasana rapat kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang membahas tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Hanya satu dari sepuluh responden yang menilai wacana penundaan telah ditangani dengan baik. Bahkan, berimbang dengan itu, pada sisi yang lain responden juga menilai apa yang ditunjukkan pemerintah dan penyelenggara pemilu sudah tegas dalam merespons isu penundaan pemilu, tetapi tidak ada penindakan yang serius dan tuntas.

Dalam hal ini, publik terbaca sangat terusik dan merasa jengah terhadap wacana penundaan pemilu yang tak henti bergulir. Bahkan, tujuh dari sepuluh responden sepakat perlu ada tindakan tegas berupa pemberian sanksi bagi pihak-pihak yang menggulirkan isu penundaan pemilu. Dengan adanya sanksi itu, diharapkan isu penundaan pemilu tidak lagi berlarut dan kerja penyelenggara yang sedang berjalan dapat lebih terfokus dan mendapat dukungan penuh dari publik.

Saat ini optimisme bersama juga perlu terus dipupuk dan menjadi modal kuat bagi pelaksanaan pemilu. Tak kurang dari 70,6 persen responden masih memiliki keyakinan pelaksanaan pemilu tak mungkin bergeser dari tanggal yang telah ditetapkan, yakni pada 14 Februari 2024.

Dalam hal ini, pekerjaan besar sesungguhnya untuk menyudahi polemik penundaan terletak pada upaya membangun optimisme bersama untuk menyukseskan pelaksanaan pemilu mendatang yang kurang setahun lagi berlangsung. Wacana penundaan pemilu yang mengusik perlu disudahi dengan sikap ketegasan demi mengutamakan kepentingan bangsa dan menjaga keberlangsungan demokrasi rakyat.

Peroleh update kabar alternatif dan breaking news tiap hari dari kami. Mari bergabung di Grup sildenafiltg.com News Update, caranya klik tautan sildenafiltg.com, kemudian join. Anda wajib install aplikasi sildenafiltg.com khususnya dahulu di hand phone. Bila ada yang mau di sampaikan baik keluhan atau kritikan silahkan hubungin email korensponden kami [email protected], Terimakasih.